KUDUS
– Ribuan orang kemarin siang, saling berebutan gunungan Kupat (Ketupat) dan
Lepet (makan dari ketan yang dibungkus janur). Pemandangan tersebut mewarnai
acara Parade Sewu Kupat Kanjeng Sunan Muria, di Taman Ria, objek wisata di
kawasan Gunung Muria, Desa Colo, kecamatan Dawe, kabupaten Kudus, Jawa tengah.
Setahun
sekali, setiap seminggu setelah Lebaran, warga desa Colo menyelenggarakan
upacara Sewu Kupat (seribu ketupat). Sebuah hajatan budaya yang dilangsungkan
sepekan setelah Idul Fitri atau hari ke-8 Lebaran ini dinamai Parade Sewu Kupat
Kangjeng Sunan Muria. Parade Sewu Kupat ini adalah kali ke delapan sejak
dimulai pada akhir 2007 lalu.
Parade
sewu kupat dimulai sejak pagi dengan pengumpulan ketupat, lepet serta ampyangan
(hasil bumi) di Balai Desa Colo. Sekitar pukul 06.30 diadakan doa dan
tumpengan, sebelum kupat dan lepet dibentuk gunungan dan diarak. Gunungan kupat
kemudian dibawa ke makam Sunan Muria di puncak Gunung Muria untuk didoakan.
Setelah doa dipanjatkan dan kain mori khaul Sunan Muria dibebatkan di
gunungan-gunungan itu, Kepala desa selaku pemimpin rombongan menerima sebuah
Pataka dari pihak Masjid dan Makam Sunan Muria. Pataka itu berisi sebuah
tembang sinom dan kinanti, yang konon diciptakan oleh Sunan Muria.
Dengan
berjalan kaki, para pengusung tandu kemudian bergegas menuju Taman Ria, yang jaraknya
sekitar 800 meter dari masjid. Di tempat tersebutlah nantinya gunungan tersebut
akan diperebutkan oleh warga.
Menurut
Kepala Desa Colo, Khoirul Falah, animo masyarakat terhadap acara ini terbilang
cukup tinggi. Ini terbukti dari banyaknya masyarakat yang hadir. “Masyarakat
meyakini kalau gunungan yang diikat kain dari kuncup Sunan Muria tersebut penuh
dengan limpahan berkah”, jelasnya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete